Selasa, 14 Februari 2012

Senin, 06 Februari 2012

TAFSIR SURAH Al-FATIHAH referensi dari Tafsir Al mishbah

TAFSIR SURAH Al-FATIHAH


oleh: Afit Nur Cholisin
Mahasiswa   Ekonomi  Islam  Fakultas  Syari’ah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG



I.    PENDAHULUAN
Setiap muslim tentu meyakini benar bahwa Al Qur’an yang mulia adalah wahyu Allah Azza wa Jalla yang diturunkan dengan suatu tujuan yang maha penting. Tidak untuk sekedar dibaca atau dijadikan sebagai wirid harian oleh seorang muslim –walaupun itu juga penting-. Namun lebih daripada itu, Al Qur’an diturunkan agar dapat menjadi sumber petunjuk paling benar dan lurus yang akan mengarahkan bahtera kehidupan setiap individu bahkan sebuah masyarakat ke jalan yang semestinya, jalan yang sesuai dengan fitrahnya dan –tentu saja- sesuai dengan kehendak Sang Khaliq Yang begitu mengasihi dan menyayangi mereka. Oleh sebab itu, kita sangat yakin bahwa kebangkitan, kemenangan dan kejayaan setiap individu dan masyarakat tidak akan benar-benar teraih dengat mudah begitu saja kecuali dengan jalan menanamkan sikap Al Istirsyad ( selalu mengambil petunjuk ) dari ajaran dan aturan Al Qur’an yang telah mempertimbangkan dan memperhatikan semua unsur kebahagiaan manusia, sebab bukankah Al Qur’an adalah Kalam Allah Yang Maha mengetahui apa yang tidak diketahui oleh manusia ? Maka berangkat dari keyakinan tersebut, tentu menjadi sangat logis bila kita menyatakan bahwa tidak ada jalan untuk menanamkan sikap Al Istirsyad terhadap Al Qur’an itu kecuali dengan berusaha memahami dan mentadabburi pesan-pesan Al Qur’an. Dan Tafsir-lah satu-satunya jalan untuk memahami dan mentadabburi kedalaman pesan-pesan Al Qur’an tersebut. Oleh karena itu, menjadi jelaslah betapa pentingnya setiap muslim berusaha menyediakan jeda waktu khusus dalam 24 jam yang ia lewati dalam sehari untuk mempelajari tafsir terhadap kandungan Al Qur’an,khususnya ayat-ayat surat al-fatihah yang menjadi pokok pembahasan kita agar hidupnya selamat di dunia dan bahagia di akhirat.
Seharusnya tidak ada seorang muslim pun yang tidak mengenal surah ini. Setidaknya bila seorang muslim 'hanya' menjaga shalat lima waktunya saja, hampir bisa dipastikan ia akan mengulangi surah ini sebanyak 17 kali dalam sehari semalam. Belum lagi bila ia tidak sekedar mengerjakan shalat yang fardhu.
Akan tetapi permasalaahannya sekarang adalah apakah setiap orang muslim itu mengetahui apa urgensinya setiap ayat-ayat al-qur’an khususnya ayat-ayat dari surat a-fatihah yang notabennya merupakan ummu qur’an. Dan apakah para orang muslim sudah mengetahui serta mempelajari semua tentang perbedaaan para mazhab dalam pembagian ayat-ayat surat al-fatihah. Dari masalah tersebut maka pemakalah akan menjabarkan dari permasalahan yang ada.Demi pencerahan serta demi menambah ilmu kita semua. Untuk lebih jelasnya pemakalah telah menyajikan makalah sebagai berikut.

II.    PERMASALAHAN.
1.    Mengapa surat al-fatihah disebut juga dengan ummul qur’an atau induk al-qur’an?
2.    Apakah basmalah termasuk dalam bagian surat al-fatihah?
3.    Tafsir surat al-fatihah

III.    PEMBAHASAN.
A.    Surat Al-fatihah disebut juga sebagai ummul qur’an atau induk al-quran.
Sebenarnya banyak nama yang disandangkan pada awal surat al-qur’an itu, tidak kurang dari dua puluh sekian nama, hanya tiga yang diperkenalkan oleh rasullullah SAW yaitu al-fatihah, ummul kitab/ummul qur’an dan assab’ul matsani. Boleh jadi juga penamaannya sebagai umm atau induk, karena kandungan al-fatihah mencakup tema kandungan pokok semua yat al-qur’an.
Hampir seluruh ulama’ ber pendapat bahwa surat ini bukanlah wahyu pertama yang diterima oleh nabi muhammad. Hadist-hadist yang menyebutkan bahwa lima ayat dari surat iqro’merupakan wahyu pertama sangat kuat dan banyak sehingga riwayat lain tidak wajar menggugurkannya.
 Salah serang ulama yang berpendapat bahwa wahyu pertama yang diterima oleh nabi muhammad bahkan sebelum iqra’ adalah syekh muhammad abduh. Alasan yang dikemukakan antara lain yang nilainya tidak shahih atau mursal yang diriwayatkan oleh al-baihaqi disamping argumen logika yaitu adapun sunah atau kebiasaan allah baik menyangkut penciptan ataupun penetapan hukum dimulai sangat global, baru kemudian disusul dengan rincian yang bertahap, menurut syekh muhammad abduh al-fatihah dalam kedudukannya sebagai wahyu pertama dan keberadaanna pada awal al-qur’an merupakan penerapan as-sunah tersebut. A-qur’an juga menguraikan persoalan-persoalan:
a.    Tauhid
b.    Janji dan ancaman
c.    Ibadah yang mehidupkan tauhid.
d.    Penjelasan tentang jalan kebahagiaan di akhirat da cara mencapainya.
e.    Pemberitaan ata kisah-kisah terdahulu.
Kelima pokok persoala diatas tercermin dalam ketujuh ayat surat alfatihah, tetapi alasan abduh ini tidak diterima oleh meyoritas ulama’, karena menetapkan sebab atau masa turunya ayat haruslah berdasarkan data sejarah yang antara lain berupa informasi yang sahih, nalar atau logika dalam hal ini tidak berperan kecuali dalam melakukan penilaian terhadap data dan informasi itu.
Uraian syekh muhammad abduh diatas yang berdasarkan logika tetap dapat diterima, tapi bukan dalam konteks pembuktian turunya al-fatihah mendahului iqra’, tetapi dalam konteks pembuktian kedudukan al-fatihah seagai ummul qur’an dan diletakkan pada awal al-qur’an.
B.    Apakah basmalah termasuk dalam bagian surat al-fatihah
Ada beberapa ulama berkenaan dengan basamalah yang terdapat pada permulaan suatu surat antara lain:
a.    Imam malik berpendapat bahwa Basmalah itu bukan bagian dari surat al fatihah karena itu ia tidak dibaca ketika membaca al fatiah dalam shalat. Basmalah juga  ayat yang tersendiri diturunkan allah untuk menjdi kepala masing-masing surat, dan pembatas antara surat dengan surat yang lain. Jadi basmalah bukan salah satu ayat dari surat al-fatihah atau dari surat yang lain. Menurut pengikut mazhab tidak satu riwayat pun yang bernilai shahih yang dapat dijadikan dalil bahwa basmalah pada al-fatihah adalah bagian dari alqur’an. Bahkan justru sebailknya banyak riwayat yang membuktikan basmalah bukan bagian darinya. Sala satu diantaranya adalah hadist yang membagi al-fatihah menjadi dua bagian, satu bagian dari allah dimulai dengan al-hamdulillah hirabil alamin ( tanpa bismilahir rahmanir rahim da satu bagian lagi untuk manusia yang dimulai dari iyakanas ain sampai dengan akhir surat ini. 
Adapun dalam mazhab Imam Malik tidak membaca Basmalah berdasarkan hadis Aisyah r.a. yang berkata, "Biasa Rasulullah saw. memulai salat dengan takbir dan bacaannya dengan Alhamdu lillahi rabbil alamin. (HR. Muslim).
Alasan lain dan yang terkuat adalah pengamatan  imam malik terhadap pengamalan penduduk madinah, yang tidak membaca basmalah ketika membaca surat al-fatihah. 
b.    Imam syafi’i menilai basmalah sebagai ayat pertama dari surat al-fatihah. Alasan ini cukup banyak antara lain seperti yang diuraikan oleh fakhrudin ar-Razi menguraikan tidak kurang dari lima belas dalil, antara lain riwayat abu hurairah menyatakan bahwa nabi SAW. Bersabdah ”al-atihah terdiri dari tujuh ayat, awalnya adalah bismilillahr rahmanir rahim” (HR. Ath-thabrani dan ibnu mardawaih). Istri nabi saw, ummu salamah juga menyatakan bahwa nabi saw membaca alfatihah termasuk basmalah(HR abu daud, ahmad, ibnu hanbal, al-baihaqi). Imam al bukhari juga meriwayatkan bahwa sahabat nabi saw. Anas bin malik, ditanya bagaimana nai mhamad saw membaca al-qur’an. Anas menjawab “beliau memmanjangkan bacaan”. Lalu anas mencotohkan sambil memanjangkan bismillah, memanjangkan ar-rahman memanjangkan ar-rahim. Disampaing itu sudah mejadi kesepakatan atau ijma’ seluruh umat islam bahwa segala yang tercantum dala musha sebagai ayat al-qur’an. Itu sebabnya ulama sepakat tidak menganggap kata amin yang dibaca pada akhir al-fatihah sebagai ayat al-qur’an. Adapun imam abu hanifah mengambil jalan tengah setelah menggabung dan mengkompromikan dalil-dalil diatas. Menurut beliau basmala dibaca dalam shalat ketika embca surat al-fatihah, tetapi tiak dalam suara yang keras. 
Dan sunat membaca Bismillahirrahmanirrahim pada setiap perkataan dan perbuatan. karena sabda Nabi saw. Yang berbunyi: "Tiap urusan (perbuatan) yang tidak dimulai dengan Bismillahirrahmanirrahim maka terputus berkatnya."
Juga sunat membaca Basmalah ketika wudu, karena sabda Nabi saw.:
"Tiada sempurna wudu orang yang tidak membaca Bismillah"
Dan sunat juga dibaca ketika menyembelih (membantai) binatang, juga sunat ketika makan, karena sabda Nabi saw. ke- ada Umar bin Abi Salamah yang berbunyi, "Bacalah Bismil- lah, dan makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari yang dekat-dekat kepadamu". (HR. Muslim). Juga membaca Basmalah ketika akan jima' (bersetubuh) sebagaimana riwayat Ibn Abbas r.a. Rasullah saw. bersabda: Andaikan salah satu kamu jika akan bersetubuh (jima') de- ngan istrinya membaca, "engan nama Allah, ya Allah jauhkan kami dari setan, dan jauhkan setan dari rezeki yang Tuhan berikan kepada kami. Maka jika ditakdirkan mendapat anak dari jima' tidak mudah diganggu oleh setan untuk selamanya". (HR. Bukhari, Muslim)
Seperti terlihat diatas,masing-masing pendapat mempunyai dalil dan alasan-alasannya. Masing-masing mengandalkan riwayat yang dinishbatkan oleh para sahabat rosul kepada rasul saw, baik riwayat itu merypakan ucapan maupun pengamalan beliau.dala hal ini ulama juga mempekenalkan istilah ta’adud al ibadat (keragaman dlam cara beribadat) kalau ini dapat diterima maka kita dapat menyimpulkan bahwa semua cara diatas yaitu membaca basmalah atau tidak ketika shalat tidak harus dipertenangkan.
C.    Tafsir surah al fatihah
1.    الرَّحِيمِ الرَّحْمَنِ اللَّهِ بِسْمِ (Bismillahirrahmanirrahim)
”Dengan menyebut nama allah yang maha pemurah dan penyayang”
Allah memulai kitabnya dengan basmalah dan memerintahkan nabi Nya sejak dini, yakni wahyu pertama untukmelakukan pembacaan dan memulai aktifitas denan menyebut nama Allah, iqra’ bismirabbika, maka tidak keliru jika dikatakan bahwa basmalah merupakan pesan pertama Allah kepada manusia. Peran agar manusia memulai setiap aktifitasnya dengan menyebut nama Alah.
Memulaidengan nama Allah adalah adab dan bimbingan pertama yang diwahyukan Allah kepada nabiNya, permulaan itu sesuai dengan ajaran islam yang menyatakan bahwa Allah adlah ”al awwal wal akhir”
Dia yang maha suci itu yang merupakan wujud yang haq, yang dariNya semu wujud memerleh wujudnya, dan dainyabermula semua yang memiliki permulaan. Karena itu dengan namanya segala sesuatu harus dimulai. Demikian sayyid quthub dalam tafsirnya.
Ketika seseorangmembaca bsmlah maka makna-makna yang diharapkan menghiasi jiwanya, ini membawa kepada kesadaran akan kelemahan diri serta kebutuhan kepada Allah, serta rahmat dan kasih sayangnya kepada seluruh makhluk. Kalau ang demikian itu tertanam dalam jiwa , maka pasti ilai-nilai luhur terjelma keluar dalam bentuk perbuatan, karena perbuatan cerminan dari suasana kejiwaan. 
Bismillah ( Dengan nama ALLAH )
Dengan nama Allah. Susunan kalimat yang demikian ini dalam bahasa Arab berarti ada susunan kata-kata yang mendahuluinya yaitu: Aku mulai perbuatan ini dengan nama Allah, atau: Permulaan dalam perbuatanku ini dengan nama Allah; untuk mendapat berkat dan pertolongan rahmat Allah sehingga dapat selesai dengan sempurna dan baik. Juga untuk menyedari kembali sebagai makhluk Allah, bahawa segalanya bergantung kepada rahmat kurnia Allah. Hidup, mati dan daya upaya semata-semata terserah kepada rahmat kurnia Allah Azza wa Jalla.
ALLAH
Nama Zat Allah Ta'ala. Nama Allah khusus bagi Allah, tidak dinamakan pada zat yang lain selain Allah. Haram menamakan dengan nama Allah pada zat yang lain selain Allah melainkan dengan menyandarkan sesuatu seperti Abdullah (hamba Allah) atau Amatullah (hamba perempuan Allah).
Ar-Rahman Ar-Rahim (Yang Maha Murah Yang Maha Penyayang)
Ar-Rahman (Yang Pemurah) yakni yang penuh rahmatNya kepada semua makhluk di dunia hingga di akhirat, kepada yang mukmin maupun yang kafir. Adapun Ar-Rahim (Yang Penyayang) khusus rahimNya buat kaum mukmin sahaja.
Firman Allah: "Arrahman alal arsyi istawa", untuk menunjukkan bahwa rahmat Allah meliputi (memenuhi) seiuruh Arsy. Dan firman Allah: "Wa kaana bil mu'miniina rahiima" (Dan terhadap kaum mukminin sangat belas kasih).
Nama Rahman ini juga khusus bagi Allah, tidak dapat dipakai oleh lain-lainNya. Karena itu ketika Musailama al-Kadzdzab berani menamakan dirinya Rahmanul Yamamah, maka Allah membuka kepalsuan dan kedustaannya, sehingga dikenal di tengah-tengah masyarakat Musailamah al-Khadzdzab bukan saja bagi penduduk kota bahkan orang-orang Baduwi juga menyebutnya Musailamah al-Khadzdzab iaitu Musailamah Yang Pembohong.
Kesimpulan di dalam asma (nama-nama) Allah ada yang dapat dipakai oleh lain-Nya dan ada juga yang tidak dapat dipakai oleh lain-Nya seperti Allah, Ar-Rahman, Al-Khalik, Ar-Razak dan lain-lainnya. Dan yang boleh seperti Ar-Rahim, As-Sami', Al-Bashir seperti firman Allah, "Faja'alnaahu samii'an bashiira" (Maka Kami jadikan manusia itu mendengar lagi melihat).

2.    لْعَالَمِينَ رَبِّ لِلَّهِ الْحَمْدُ  (Alhamdulillahi rabbil ’alamin)
”segala puji hanya bagi Allah pemelihara seluruh alam”
Memuji allah swt adlah luapan rasa syukur yang memenuhi jiwa seorang mukmin dikala mendengar namanya disebut, karena keberadaan seseorang sejak semula didunia ini tidak lain kecuali limpahan nikmat ilahi yang mengundang rasa syukur dan pujian.
Penggalan ayat ini merupakan keteranga lebih lanjut yang membutikan layaknya allah swt mendapat pujian, allah wajar dipuja dan dipuji karena keindahaan, keaikan, dan kebenaran yang disandangNya.
Dia dipuja dan dipuji karena rububiyahnya itu, bermula dari mewujudkan makhluk termasuk manusia dar tiada, sampai membimbing mereka mencapai tujuan penciptaan hingga memelihara dan memasukka manusia kelakdi surgaNya. Karena Dialah Tuhan peelihara seluruh alam.
Apabila seseorang sering mengucapkan alhamdulillah maka dari saat ke saat ia selalu akan merasa berada dalam rahmat dan curahan kasih sayang  Tuhan. Dia akan merasa bahwa tuhan tdak embiarkanya sendiri, jika kesdaran ini terbekas dalam jiwanya maka seandinya seekali amendapat cbaan tau mrasakan kepahitan, diapun akan mengucap alhamdulillah ehingga seberapa besarpun cobaan itu tidak lagi berarti jika dibandingkan dengan besar dan banyaknya karunia dari Tuhan selama ini.
Ibn Jarir berkata, "Alhamdu lillah, syukur yang ikhlas melulu kepada Allah tidak kepada lain-lain-Nya daripada makhluk-Nya, syukur itu karena nikmat-Nya yang diberikan kepada hamba dan makhluk-Nya yang tidak dapat dihitung dan tidak terbatas, seperti alat anggota manusia untuk menunaikan kewajiban taat kepada-Nya, di samping rezeki yang diberikan kepada semua makhluk manusia, jin dan binatang dari berbagai perlengkapan hidup, karena itulah maka pujian itu sejak awal hingga akhirnya tetap pada Allah semata-mata.
Alhamdullilah
Pujian Allah pada diri-Nya, yang mengandung tuntunan kepada hamba-Nya supaya mereka memuji Allah seperti seakan-akan perintah Allah, "Bacalah olehmu Alhamdulillah".
Alhamd pujian dengan lidah terhadap sifat-sifat pribadi, maupun sifat yang menjalar kepada orang lain, sebaliknya syukur itu pujian terhadap sifat yang menjalar, tetapi syukur dapat dilaksanakan dengan hati, lidah dan anggota badan. Alhamd berarti memuji sifat keberanian, kecerdasan-Nya atau karena pemberian-Nya. Syukur khusus untuk pemberian-Nya. Alhamd (puji) lawan kata Adzzam (cela).
Ibn Abbas r.a. berkata, Umar r.a. berkata kepada sahabat- sahabat, "Kami telah mengerti dan mengetahui kalimat Subanallah, laa ilaha illallah dan Allahu Akbar, maka apakah Alhamdu Lillahi itu?" Jawab Ali r.a., "Suatu yang dipilih oleh Allah untuk memuji Zat-Nya".
Ibn Abbas berkata, 'Alhamdu Lillah kalimat syukur, maka jika seorang membaca Alhamdu Lillah, Allah menjawab, "HambaKu telah syukur pada-Ku".
Jabir bin Abdullah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda: Seutama-utamanya zikir ialah "La ilaha illallah", dan seutama-utamanya doa ialah "Alhamdu Lillah". (HR. at-Tirmidzi, hadis Hasan Gharib). 
Anas. bin Malik r.a. berkata, Nabi saw. bersabda: Tiadalah Allah memberi nikmat kepada seorang hamba- Nya, kemudian hamba itu mengucap "Alhamdu Lillah", melainkan apa yang diberi itu lebih utama (afdhal) dari yang ia terima. (Yakni ucapan "Alhamdu Lillah" lebih be- sar nilainya dari nikmat dunia itu). (HR. Ibnu Majah).
Anas r.a. juga meriwayatkan Nabi saw. bersabda, "Andaikan dunia sepenuhnya ini di tangan seorang dari umatku kemudian ia membaca 'Alhamdu Lillah' maka pasti kalimat Alhamdu Lillah lebih besar dari dunia yang di tangannya itu". 'Al' dalam kalimat Al-hamdu berarti segala jenis puja dan puji bagi Allah. Sebagaimana tersebut dalam hadis "Allahumma lakal hamdu kulluhu walakal mulku kulluhu wa biyadikal khair kullihi wa ilaika yar ji'ul amru kulluhu" (Ya Allah bagi-Mu segala puji semuanya, dan bagi-Mu kerajaan semuanya dan di tangan-Mu kebaikan semuanya, dan kepada-Mu kembali segala urusan semuanya).
Rabb
Bererti pemilik yang berhak penuh, juga berarti majikan, juga yang memelihara serta menjamin kebaikan dan perbaikan, dan semua makhluk alam semesta.
Alam ialah segala sesuatu selain Allah. Maka Allah Rabb dari semua alam itu sebagai pencipta, yang mcmelihara, memperbaiki dan menjamin. Sebagaimana tersebut dalam surat asy- Syu'araa 23-24. Fir'aun bertanya, "Apakah rabbul alamin itu?" Jawab Musa, "Tuhan Pencipta, Pemelihara penjamin langit dan bumi dan apa saja yang di antara keduanya, jika kalian mahu percaya dan yakin."
Alam itu juga pecahan dari alamat (tanda) sebab alam ini semua menunjukkan dan membuktikan kcpada orang yang memperhatikannya sebagai tanda adanya Allah Tuhan yang menjadikannya.
3.    Arrahmanir Rahim
”Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang.”
Ayat ketiga ini tidak dapat dianggap sebagai pengulangan sebagian kandungan ayat yang pertama, ar rahman ar rahim dlam ayat ini berttujuan menjelaskan bahwa pendidikan dan pemeliharaan allah sebagaimana disebutkan pada ayat kedua, sama sekali bukan untuk kepentingan allah atau suatu pamrih. Penekanan pada sifat arrahma arrahim disini juga menghapus kesan atau anggapan yang boleh jadi ditimbulkan oleh kata rabb bahwa tuhan memiliki kekuasaan mutlak yang cenderung sewenang-wenang. Dengan disebutkannya sifat rahman rahim, kesan tentang kuasa mutlak akan bergabung dengan kesan rahmat dan kasih sayang, dan ini mengantar kepada keyakinan bahwa Allah adlah maha agung lagi maha indahn maha perkasa lagi maha penyayang. Seakan-akan dengan menyebut kedua sifat tersebut allah swt mengundang para makhlk untuk datang kehadratNya demi memperoleh keridhaanNya.
4.    لدِّينِيَوْمِ مَالِكِ (Maliki yaumid Din)
Raja yang memiliki pembalasan
Maliki
Dapat dibaca: Maliki (Raja), dan Maaliki (Pemilik - Yang Memiliki). Maaliki sesuaidenganayat: "Sesungguhnya Kami yang mewarisi bumi dan semua yang di atasnya, dan kepada Kami mereka akan kembali." (Maryam 40).
Maliki sesuai dengan ayat: Katakanlah, "Aku berlindung dengan Tuhannya manusia.Rajanyamanusia". (an-Naas 1-2)
"Bagi siapakah kerajaan pada hari ini (hari kiamat)? Bagi Allah Yang Esa yang memaksa (perkasa)."(al-Mu'min = Ghafir 16).
Kerajaan yang sesungguhnya pada hari itu hanya bagi Ar: Rahman.
(al-Furqan 26).
Ad-Din (Pembalasan dan Perhitungan).
Sesuai dengan ayat:"Apakah kami akan dibalas (diperhitungkan)".(as-Shafaat 53).
Umar r.a. berkata, "Andaikan perhitungan bagi dirimu sebelum kamu dihisab (diperhitungkan) dan pertimbangkan untuk dirimu sebelum kamu ditimbang, dan siap-siaplah untuk menghadapi perhitungan yang besar, menghadap kepada Tuhan yang tidak tersembunyi pada-Nya sedikit pun dari amal perbuatanmu. Pada hari kiamat kelak kalian akan dihadapkan kepada Tuhan dan tidak tersembunyi pada-Nya suatu apa pun."
5.    نَسْتَعِينُ وَإِيَّاكَ نَعْبُدُ إِيَّاكَ  (Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in)
”Hanya kepadaMu kami mengabdi dan hanya kepadaMu kami meminta pertolongan”
Hanya kepadaMu (Allah) kami mengabdi (menyembah) dan hanya kepada-Mu pula kami minta pertolongan.
Adh-Dhahaak dari Ibn Abbas berkata,
"Iyyaka na'budu bermaksud Kepada-Mu kami menyembah mengesakan dan takut dan berharap, wahai Tuhan tidak ada lain-Mu". Dan Iyyaka nasta'in bermaksud "Kami minta tolohg kepada-Mu untuk menjalankan taat dan untuk mencapai semua hajat kepentinganku"
Qatadah berkata,
Dalam Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in, Allah menyuruh supaya tulus ikhlas dalam melakukan ibadat kepada Allah dan supaya benar-benar mengharap bantuan pertolongan Allah dalam segala urusan." 

6.    الْمُسْتَقِيمَ الصِّرَاطَ اهْدِنَا (Ihdinash shirathalmustaqim)
Pimpinlah kami ke jalan yang lurus.
Shirath dapat dibaca dengan shad, siin dan zai dan tidak berubah arti.
Shiraathal mustaqiim, jalan yang lurus yang jelas tidak berliku-liku. Shiraatal mustaqiim, ialah mengikuti tuntunan Allah dan Rasulullah saw. Juga berarti Kitab Allah, sebagaimana riwayat dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Asshiratul mustaqiim kitabullah'. Juga berarti Islam, sebagai agama Allah yang tidak akan diterima lainnya.
An Nawas bin Sam'aan r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Allah mengadakan contoh perumpamaan suatu jalan (shirrat) yang lurus, sedang di kanan-kiri jalan ada dinding dan di pagar ada pintu-pintu terbuka, pada tiap pintu ada tabir yang menutupi pintu, dan di muka jalan ada suara berseru, "Hai manusia masuklah ke jalan ini, dan jangan berbelok dan di atas jalanan ada seruan, maka bila ada orang yang akan membuka pintu dipenngatkan, 'Celaka anda, jangan membuka, sungguh jika anda membuka pasti akan masuk'. Shiraat itu ialah Islam, dan pagar itu batas-batas hukum Allah dan pintu yang terbuka ialah yang diharamkan Allah- sedang seruan di muka jalan itu ialah kitab Allah, dn seruan di atas shiraf ialah seruan nasihat dalam hati tiap orang muslim.(HR. Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasa'i).
Tujuan ayat ini minta taufik hidayat semoga tetap mengikuti apa yang diridai Allah, sebab siapa yang mendapat taufik hidayat untuk apa yang diridai Allah maka ia termasuk golongan mereka yang mendapa nikmat dari Allah daripada Nabi shiddiqin, syuhada dan shalihin. Dan siapa yang mendapat taufik hidayat sedemikian berarti ia benar-benar Islam berpegang pada kitab Allah dan sunnaturrasul, menjalankan semua perintah dan meninggalkan semua larangan syariat agama.
Jika ditanya, "Mengapakah seorang mukmin harus minta hidayat, padahal ia bersalat itu berarti hidayat?"Jawabnya, "Seorang memerlukan hidayat itu pada setiap saat dan dalam segala hal keadaan kepada Allah supaya tetap terus terpimpin oleh hidayat Tuhan itu, karena itulah Allah menunjukkan jalan kepadanya supaya minta kepada Allah untuk mendapat hidayat taufik dan pimpinan-Nya. Maka seorang yang bahagia hanyalah orang yang selalu mendapat taufik hidayat Allah.
Sebagaimana firman Allah dalam ayat 136, surat an-Nisa:"Hal orang beriman percayalah kepada Allah dan Rasulullah" (an-Nisa 136).
Dalam ayat ini orang mukmin disuruh beriman, yang maksudnya supaya terus tetap imannya dan melakukan semua perintah dan menjauhi larangan, jangan berhenti di tengah jalan, yakni istiqamah hingga mati.

7.    Shirathal ladzina an’amta ’alaihim ghairil maghdzubi ’alaihim waladhollin
Jalan orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Tuhan atas mereka, dan bukan jalan yang dimurkai Tuhan atas mereka dan bukan jalan orang-orang yang sesat.
Inilah maksud jalan yang lurus itu, yaitu yang dahulu sudah ditempuh oleh orang-orang yang mendapat rida dan nikmat dari Allah ialah mereka yang tersebut dalam ayat 69 an-Nisa:
Dan siapa yang taat kepada Allah dan Rasulullah maka mereka akan bersama orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dari para Nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin, dan merekalah sebaik-baik kawan. (an-Nisa 69).
Dilanjutkan oleh Allah dengan ayat:
"Dzalikal fadh lu minallahi wakafa billahi aliimaa" (Itulah kurnia Allah dan cukup Allah yang Maha Mengetahui.)
Ibnu Abbas berkata, "Jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Tuhan kepada mereka sehingga dapat menjalankan taat ibadat serta istiqamah seperti Malaikat, Nabi-nabi, Shiddiqin, syuhada dan shalihin.
Bukan jalan orang-orang dimurkai atas mereka, yaitu mereka yang telah mengetahui kebenaran hak tetapi tidak melaksanakannya seperti orang-orang Yahudi, mereka telah mengetahui kitab Allah, tetapi tidak melaksanakannya, juga bukan jalan orang-orang yang sesat karena mereka tidak mengetahui.
Ady bin Hatim r.a. bertanya kepada Nabi saw., "Siapakah yang dimurkai Allah itu?" Jawab Nabi saw., "Alyahud (Yahudi)". "Dan siapakah yang sesat itu?" Jawab Nabi saw. "An-Nashara (Kristen/Nasrani)".
Orang Yahudi disebut dalam ayat "Man la'anabullahu wa ghadhiba alaihi"(Orang yang dikutuk (dilaknat) oleh Allah dan dimurkai, sehingga dijadikan di antara mereka kera dan babi.)
Orang Nashara disebut dalam ayat "Qad dhallu min qablu, wa adhallu katsiera wa dhallu an sawaa issabiil" (Mereka yangtelah sesat sejak dahulu, dan menyesatkan orang banyak, dan tersesat dari jalan yang benar.)

IV.    PENUTUP.
A.    Kesimpulan
Fanatisme dalam ibadah terhadap suatu mahzab menghadirkan kontroversi pada pelaksanaan peribadahan. Simpulan yang dapat penyusun dapat simpulkan dari hasil pembahasan diatas adalah:
1.    Surat al-fatihah mempunyai nama yang banyak, salah satu nama dari surat alfatihah adalah ummu qur’an. Dapat disebut ummu alasannya adalah al-qur’an sebagai induk dari seluruh isi al-qur’an. Dari isi aa-qur’an yang isinya merupakan ; Tauhid, Janji dan ancaman, Ibadah yang mehidupkan tauhid, Penjelasan tentang jalan kebahagiaan di akhirat da cara mencapainya, Pemberitaan ata kisah-kisah terdahulu. Itu semua telah terangkum didalam surat al-fatihah.
2.    Ada perbedaan pendapat antara mazhab maliki dan mazhab syafi’i. Imam maliki berpendapat bahwa basmalah bukan termasuk dalam salah satu ayat dari al-fatihah, sedangkan syafi’i memasukannya kedalam surat al-fatihah.akan tetapi beliau semua telah memiliki dalil sendiri. Dari hal ini menurut quraish shihab semunya benar.
3.    Kandungan dalam ayat-ayat surat al-fatihah merupakan inti dari pembelajaaran umat muslim agar bertaqwa kepada allah dan sekaligus dapat menjalankan ibadah dengan benar. 

B.    Saran
Kritik dan saran yang ingin penyusun sampaikan adalah berupa teguran kepada beberapa pihak yang masih mempertentangkan tentang perbedaan pendapat tentang jumlah ayat yang ada dalam surat al-fatihah. Apakah basmalah itu masuk kedalam salah satu ayat tesendiri atau kah masuk kedalam surat al-fatihah, itu kita kembaikan hal itu kepada yang mahu tahu.
Kita sebagai makhluk hanya Cuma bisa beribadah kepadanya, tentang perbedaan itu juga toh semuanya ada dasar yang sama kuatnya. Jadi intinya sekarang yang menjadi pokok tugas kita adalah bagaimana kita harus menjalankan iadaah dengan ikhlas.


DAFTAR PUSTAKA

M.Quraish shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta, Lentera Hati, 2000.
Salimuddin, T. Mustafa, tafsir al-jami’ah, bandung, pustaka 1990
Bastami A Gani dkk, Tafsir al-Qur’an al Karim, Jilid 1, Semarang, 1993
http://soni69.tripod.com/alfatihah/

Minggu, 05 Februari 2012

Islamisasi Jawa

TRADISI JAWA YANG ISLAMI ( SEKATEN )

oleh:
Afit Nur Cholisin 

FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG



I.    PENDAHULUAN
Melestarikan Upacara tradisional yang memiliki nilai sejarah dan kebudayaan dimana mencerminkan semangat dan nilai-nilai luhur bangsa, merupakan kegiatan yang diupayakan secara terus menerus diselenggarakan dalam rangka menegakkan dan memperkaya kebudayaan nasional serta menegakkan identitas dan integritas bangsa Indonesia.
Upacara tradisional Sekaten sebagai upacara tradisional keagamaan Islam, mengobarkan semangat perjuangan mengembangkan agama dan memiliki nilai¬-nilai luhur dalam membentuk akhlak dan budi pekerti bangsa serta mempunyai alur sejarah yang jelas, telah menjadi salah satu upacara Tradisional resmi Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan diselenggarakan setiap tahun dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Upacara tradisional keagamaan Sekaten di Yogyakarta diikuti oleh pesta rakyat tradisional yang cukup besar dan meriah. U n t u k  m e n e r t i b k a n  d a n mempertanggungjawabkan, maka Pemerintah Kota Yogyakarta atas ijin Sri Sultan Hamengku Buwono X menata dan mengelolanya sekaligus memanfaatkan sebagai salah satu media informasi dan komunikasi timbal batik antara Pemerintah dan masyarakat tentang upaya dan hasil pelaksanaan pembangunan nasional.

II.    PEMBAHASAN
A.    Sejarah Lahirnya Sekaten
Bagi masyarakat Indonesia khususnya daerah Jawa Tengah-an pasti sudah tidak asing saat mendengar upacara sekatenan. Kata sekaten berasal dari kata Syahadatain yang artinya adalah acara peringatan ulang tahun nabi Muhammad S.A.W. yang diadakan pada tiap tanggal 5 bulan Jawa Mulud (Rabiul awal tahun Hijrah) di alun-alun utara Yogyakarta dan juga di alun-alun Surakarta secara bersamaan. Upacara sekaten ini dulunya digunakan oleh Sultan Hamengkubuwana I, pendiri keraton Yogyakarta untuk mengundang masyarakat untuk mengikuti dan memeluk agama Islam.
Pada tahun 1939 Caka atau 1477 Masehi, Raden Patah selaku Adipati Kabupaten Demak Bintara dengan dukungan para wali membangun Masjid Demak. Selanjutnya berdasar hasil musyawarah para wali, digelarlah kegiatan syiar Islam secara terus-menerus selama 7 hari menjelang hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W. Agar kegiatan tersebut menarik perhatian rakyat, dibunyikanlah dua perangkat gamelan buah karya Sunan Giri membawakan gending-gending ciptaan para wali, terutama Sunan Kalijaga.
Setelah mengikuti kegiatan tersebut, masyarakat yang ingin memeluk agama Islam dituntun untuk mengucapkan dua kalimat syahadat (syahadatain). Dari kata Syahadatain itulah kemudian muncul istilah Sekaten sebagai akibat perubahan pengucapan. Sekaten terus berkembang dan diadakan secara rutin tiap tahun seiring berkembangnya Kerajaan Demak menjadi Kerajaan Islam.
Demikian pula pada saat bergesernya Kerajaan Islam ke Mataram serta ketika Kerajaan Islam Mataram terbagi dua (Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta) Sekaten tetap digelar secara rutin tiap tahun sekali sebagai warisan budaya Islam yang diadakan pada bulan Maulud, bulan ketiga dalam tahun jawa dengan mengambil lokasi di pelataran atau Alun-alun Utara Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang dimulai pada akhir tahun 1960-an.
Di Kasultanan Ngayogyakarta, perayaan sekaten yang terus berkembang dari tahun ke tahun pada dasarnya terdapat tiga pokok inti yang antara lain:
1. Dibunyikannya dua perangkat gamelan ( Kanjeng Kyai Nagawilaga dan Kanjeng Kyai Guntur Madu) di Kagungan Dalem Pagongan Masjid Agung Yogyakarta selama 7 hari berturut-turut, kecuali Kamis malam sampai Jumat siang.
2. Peringatan hari lahir Nabi Besar Muhammad SAW pada tanggal 11 Mulud malam, bertempat di serambi Kagungan Dalem Masjid Agung, dengan Bacaan riwayat Nabi oleh Abdi Dalem Kasultanan, para kerabat, pejabat, dan rakyat.
3. Pemberian sedekah Ngarsa Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan, berupa Hajad Dalem Gunungan dalam upacara Garebeg sebagai upacara puncak sekaten.
Kegiatan pendukung event tersebut adalah diselenggarakannya Pasar Malem Perayaan Sekaten selama 39 hari, event inilah yang menjadi daya tarik bagi masyarakat Yogjakarta maupun luar Yogjakarta.

B.    Prosesi Upacara Sekaten
Upacara sekaten merupakan ajang interaksi sosial masyarakat dalam wujud kegiatan pasar malam di alun-alun utara. Sebelum upacara Sekaten dilaksanakan, diadakan dua macam persiapan, yaitu persiapan fisik dan spiritual. Persiapan fisik berupa peralatan dan perlengkapan upacara Sekaten, yaitu Gamelan Sekaten, Gendhing Sekaten, sejumlah uang logam, sejumlah bunga kanthil, busana seragam Sekaten, samir untuk niyaga, dan perlengkapan lainnya, serta naskah riwayat Nabi Muhammad SAW.
Gamelan Sekaten adalah benda pusaka Kraton yang disebut Kanjeng Kyai Sekati dalam dua rancak, yaitu Kanjeng Kyai Nogowilogo dan Kanjeng Kyai Guntur Madu. Gamelan Sekaten tersebut dibuat oleh Sunan Giri yang ahli dalam kesenian karawitan dan disebut-sebut sebagai gamelan dengan laras pelog yang pertama kali dibuat. Alat pemukulnya dibuat dari tanduk lembu atau tanduk kerbau dan untuk dapat menghasilkan bunyi pukulan yang nyaring dan bening, alat pemukul harus diangkat setinggi dahi sebelum dipukul pada masing-masing gamelan.
Sedangkan Gendhing Sekaten adalah serangkaian lagu gendhing yang digunakan, yaitu Rambu pathet lima, Rangkung pathet lima, Lunggadhung pelog pathet lima, Atur-atur pathet nem, Andong-andong pathet lima, Rendheng pathet lima, Jaumi pathet lima, Gliyung pathet nem, Salatun pathet nem, Dhindhang Sabinah pathet em, Muru putih, Orang-aring pathet nem, Ngajatun pathet nem, Batem Tur pathet nem, Supiatun pathet barang, dan Srundeng gosong pelog pathet barang. Untuk persiapan spiritual, dilakukan beberapa waktu menjelang Sekaten. Para abdi dalem Kraton Yogyakarta yang nantinya terlibat di dalam penyelenggaraan upacara mempersiapkan mental dan batin untuk mengembang tugas sakral tersebut. Terlebih para abdi dalem yang bertugas memukul gamelan Sekaten, mereka mensucikan diri dengan berpuasa dan siram jamas.
Sekaten dimulai pada tanggal 6 Maulud (Rabiulawal) saat sore hari dengan mengeluarkan gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari tempat persemayamannya, Kanjeng Kyai Nogowilogo ditempatkan di Bangsal Trajumas dan Kanjeng Kyai Guntur Madu di Bangsal Srimanganti. Dua pasukan abdi dalem prajurit bertugas menjaga gamelan pusaka tersebut, yaitu prajurit Mantrijero dan prajurit Ketanggung. Di halaman Kemandungan atau Keben, banyak orang berjualan kinang dan nasi wuduk. Lepas waktu sholat Isya, para abdi dalem yang bertugas di bangsal, memberikan laporan kepada Sri Sultan bahwa upacara siap dimulai. Setelah ada perintah dari Sri Sultan melalui abdi dalem yang diutus, maka dimulailah upacara Sekaten dengan membunyikan gamelan Kanjeng Kyai Sekati.
Yang pertama dibunyikan adalah Kanjeng Kyai Guntur Madu dengan gendhing racikan pathet gangsal, dhawah gendhing Rambu. Menyusul kemudian dibunyikan gamelan Kanjeng Kyai Nogowilogo dengan gendhing racikan pathet gangsal, dhawah gendhing Rambu. Demikianlah dibunyikan secara bergantian antara Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nogowilogo. Di tengah gendhing, Sri Sultan datang mendekat dan gendhing dibuat lembut sampai Sri Sultan meninggalkan kedua bangsal. Sebelumnya Sri Sultan (atau wakil Sri Sultan) menaburkan udhik-udhik di depan gerbang Danapertapa, bangsal Srimanganti, dan bangsal Trajumas.
Tepat pada pukul 24.00 WIB, gamelan Sekaten dipindahkan ke halaman Masjid Agung Yogyakarta dengan dikawal kedua pasukan abdi dalem prajurit Mantrijero dan Ketanggung. Kanjeng Kyai Guntur Madu ditempatkan di pagongan sebelah selatan gapuran halaman Masjid Agung dan Kanjeng Kyai Nogowilogo di pagongan sebelah utara. Di halaman masjid tersebut, gamelan Sekaten dibunyikan terus menerus siang dan malam selama enam hari berturut-turut, kecuali pada malam Jumat hingga selesai sholat Jumat siang harinya.
Pada tanggal 11 Maulud (Rabiulawal), mulai pukul 20.00 WIB, Sri Sultan datang ke Masjid Agung untuk menghadiri upacara Maulud Nabi Muhammad SAW yang berupa pembacaan naskah riwayat maulud Nabi yang dibacakan oleh Kyai Pengulu. Upacara tersebut selesai pada pukul 24.00 WIB, dan setelah semua selesai, perangkat gamelan Sekaten diboyong kembali dari halaman Masjid Agung menuju ke Kraton. Pemindahan ini merupakan tanda bahwa upacara Sekaten telah berakhir.

C.    Nilai Islam dalam Sekaten
Sekaten sesungguhnya adalah momentum dakwah yang merupakan karya besar Walisongo. Lewat momentum sekaten, Walisongo mampu memadukan dakwah dan budaya, sehingga masyarakat tersentuh dengan acara tersebut. Esensi sekaten dari aspek dakwah adalah peringatan Maulid Nabi (kelahiran nabi), yang diharapkan bisa menjadi teladan moralitas. Sedang aspek budaya masyarakat diharapkan bisa menjadi perekat yang kokoh. Sehingga antara budaya dan dakwah bisa saling mengisi dan melengkapi. Dengan demikian sekaten sesungguhnya bukanlah semata arena dangdut, hiburan dan pasar malam. Justru esensi sekaten adalah perpaduan antara dakwah dan budaya masyarakat yang diharapkan mampu mewujudkan keluhuran akhlak di tengah masyarakat.
Di tengah krisis moral yang melanda umat manusia dewasa ini, nilai-nilai agama bagai embun penyejuk memberi kekuatan batin. Pesan-pesan moral di tengah kegersangan spiritual yang semakin memprihatinkan saat ini bisa dikemas dengan berbagai bentuk. Seperti model dakwah lewat pendekatan budaya yang dilakukan oleh Walisongo ratusan tahun lalu, yang ternyata sangat efektif dan menyentuh bagi masyarakat Jawa.
Setiap kali bicara sekaten tentu tidak bisa lepas dari acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Karena sesungguhnya esensi sekaten sendiri adalah menanamkan semangat juang umat Islam yang digali dari sejarah perjuangan Nabi. Esensi peringatan Maulid Nabi sesungguhnya untuk membangkitkan kembali moralitas umat, yang diwujudkan dengan tumbuhnya rasa cinta kepada Nabi. Kecintaan kepada Nabi sekaligus menumbuhkan kecintaan kepada ajarannya yang diwujudkan dengan ketaatan melaksanakan ajaran agama.
Dakwah Islam di Pulau Jawa yang dilakukan oleh Walisongo dalam rangka menyebarluaskan dakwah Islamiyah di tengah masyarakat. Walisongo menggagas acara sekaten yang memadukan peringatan Maulid Nabi dengan budaya Jawa. Sekaten merupakan media dakwah yang dikemas sedemikan rupa, sehingga masyarakat yang datang ke acara ini bisa melihat budaya rakyat sekaligus mendapatkan syiar dakwah. Keberhasilan Walisongo dalam menyebarkan dakwah Islam di pulau Jawa adalah karena kecerdasan mereka lewat pendekatan budaya.
Dalam peringatan Maulid Nabi sesungguhnya banyak hikmah yang bisa diperoleh. Sebab lewat peringatan tersebut akan diulas kembali berbagai keteladanan yang dilakukan Nabi. Dari sekian banyak teladan yang diberikan oleh Nabi bisa diambil satu contoh ucapan Nabi, bahwa tugas utama yang diemban beliau adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Persoalan akhlak (moralitas) ini, sejak awal dakwah Nabi memang sudah disebut merupakan tugas berat namun luhur. Dewasa ini pun persoalan krisis moral semakin memprihatinkan dan sudah merambah ke hampir ke semua sektor kehidupan. Krisis moral yang melanda bangsa Indonesia saat ini tampaknya sudah sampai pada titik nadir, sehingga tidak ada lagi rasa malu dan korupsi pun semakin merajalela di tengah penderitaan rakyat.
Kini, tatkala moralitas umat dilanda kritis yang memprihatinkan, dan tatkala kegersangan spiritual semakin suram, peringatan sekaten yang mengandung esensi Maulid Nabi, perlu diaktualisasikan. Sekaten perlu dijadikan sebagai momentum kebangkitan moral dengan kembali meneladani akhlak Nabi yang jujur, egaliter, adil dan berpihak pada kaum lemah. Ketika penguasa saat ini semakin banyak yang melakukan korupsi, dan ketika wakil rakyat tidak malu memperkaya diri di tengah penderitaan rakyat, keteladanan akhlak Nabi perlu dihadirkan lewat acara sekaten. Lewat momentum sekaten ini diharapkan bisa menjadi media untuk menggugah kembali moralitas umat tentang keteladanan akhlak Nabi.
Sekaten pada hakikatnya merupakan event yang sangat lekat dengan rakyat. Sehingga, penyelenggaraan pasar malam dan perayaan Sekaten sebagai agenda tahunan yang bernuansa religius dan budaya ini hendaknya benar-benar dikemas dengan tetap mengingat aspek sosial kemasyarakatannya.

Memandang Sekaten, jangan hanya dalam bingkai perspektif agama atau dalam kacamata budaya lokal belaka. Cara pandang yang demikian akan mengakibatkan distorsi yang cenderung memunculkan perdebatan yang kunjung berhenti. Perdebatan tersebut akan bermuara pada masalah tafsir terhadap agama dimensi normatif dan historis serta berujung pada perpecahan dan perselisihan pendapat bila perbedaan tersebut tidak dibingkai dalam upaya untuk memperoleh dan memperkuat jalinan ”ukhuwah” Islamiyah, Wathoniyah, dan Basyariah.
Perayaan Sekaten dalam masyarakat Jawa khususnya masyarakat Kota Yogyakarta dan sekitarnya  yang telah begitu mengakar kuat dan mentradisi tidak hanya di kalangan akar rumput tapi juga masyarakat keseluruhan pada umumnya tidak dapat dipungkiri merupakan hasil dari ”sinergisasi” dan ”akulturasi” (perpaduan) kebudayaan, antara Islam (sebagai agama sekaligus ”budaya”) dengan budaya lokal setempat.
Hubungan dan kolaborasi antara, Islam sebagai ”teks besar” atau ”grand narrative” dengan budaya lokal tidak lagi dapat dipandang dalam frame penundukkan Islam menundukan atau ditundukkan oleh budaya lokal, tetapi harus dipandang bahwa proses akulturasi tersebut malah semakin menunjukkan kekayaan atau keberagaman ekspresi budaya Islam setelah bersinggungan atau bertemu dengan bangunan budaya lokal. Islam tidak melulu dipandang dalam dimensi keuniversalitasannya walaupun pada titik ini orang yang beragama Islam harus tetap berkeyakinan bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang paripurna dan universal tetapi juga bahasa dan sikap akomodatif ”Islam” dalam menerima dan mengapresiasi budaya lokal. Di sisi lain, budaya lokal tidak pula melulu kita pandang sebagai bagian yang harus selalu mengalah kepada Islam, namun budaya lokal pasti mempunyai kacamata sendiri dalam membahasakan Islam menurut perspektifnya sendiri. Cara pandang yang seperti ini akan menghasilkan konstruksi pemahaman baru yang peranannya sangat signifikan dalam proses pembauran dan perpaduan antara dua unsur budaya yang berbeda sehingga menghasilkan akulturasi budaya yang massif dan mengakar di masyarakat tanpa menghilangkan substansi dari dua unsur budaya yang bertemu.
Perspektif lain yang ingin dihadirkan melalui perayaan Sekaten adalah Islam telah mengalami pembacaan ulang dalam hal ini bukan bersifat merubah nilai atau ajaran substansial Islam melalui kacamata pribumi atau lokalitas yang sudah pasti berbeda dengan Islam di tempat asalnya, Jazirah arab atau Timur Tengah. Dalam hal ini telah terjadi proses ”Pribumisasi Islam” terhadap nilai-nilai substansial dalam Islam. Sebuah proses bargaining budaya telah terjadi yang mengikutsertakan dua unsur budaya yang bertemu. Proses tawar-menawar ini melibatkan perilaku adaptasi dan akomodasi dengan semangat menciptakan tatanan budaya baru yang dapat diterima bersama.










III.    KESIMPULAN
Sekaten berasal dari kata ”Syahadatain”; yang berarti Dua Kalimat Syahadat. Sekaten yang saat ini sedang dirayakan oleh sebagian besar masyarakat Yogyakarta merupakan sebuah rangkaian kegiatan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan oleh Keraton Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat bersama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta dan masyarakat. Berbagai bentuk acara dan kegiatan dilangsungkan dalam perayaan Sekaten yang beraneka ragam variasi dan macamnya seiring perubahan waktu mulai dari yang sifatnya ritual keagamaan hingga apresiasi seni tradisi lokal sampai pameran dan pasar malam. Kultur lokal dan kultur modern seakan melebur dalam waktu bersamaan dalam momentum sekaten.
upacara sekaten diawali saat malam hari dengan iring-iringan abdi Dalem (punggawa kraton) bersama-sama dengan dua set gamelan Jawa, yaitu Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu. Iring-iringan ini bermula dari pendopo Ponconiti menuju masjid Agung di alun-alun utara dengan dikawal oleh prajurit Kraton. Kyai Nogowilogo akan menempati sisi utara dari masjid Agung, sementara Kyai Gunturmadu akan berada di Pagongan sebelah selatan masjid. Kedua set gamelan ini akan dimainkan secara bersamaan sampai dengan tanggal 11 bulan Mulud selama 7 hari berturut-turut. Pada malam hari terakhir, kedua gamelan ini akan dibawa pulang ke dalam Kraton.
Sekaten merupakan media dakwah yang dikemas sedemikan rupa, sehingga masyarakat yang datang ke acara ini bisa melihat budaya rakyat sekaligus mendapatkan syiar dakwah. Keberhasilan Walisongo dalam menyebarkan dakwah Islam di pulau Jawa adalah karena kecerdasan mereka lewat pendekatan budaya.

IV.    PENUTUP
Alhamdulillah segala puji syukur bagi Allah, yang telah memberikan petunjuk dan RahmatNya sehingga makalah dapat terselesaikan. Tentu saja dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, maka dari itu kritik dan saran kami harapkan kepada siapapun pembaca makalah ini agar kelak dapat lebih baik lagi dalam pembuatan makalah yang berikutnya. Dan akhirnya kami ucapkan banyak terima kasih atas perhatiaanya.